Suara rintik hujan terdengar semakin ramai. Hujan pertama di bulan ini, tepat di pertengahan malam. Cerita itu ternyata benar bahwa hujan di malam hari akan membuat seseorang mengingat kenangan lebih banyak, lebih riuh. Melebihi jutaan tetes air dan riuhnya.
Hujan sering kali menjadi saat-saat paling susah untuk seseorang bisa move on. Entah apa sebenarnya hubungan keduanya - hujan dan kenangan. Apa jangan-jangan mereka saudara kembar yang Tuhan ciptakan dalam wujud yang berbeda?
Begitulah yang Rudi pikirkan sejak pertama kali air hujan menetes di atap rumahnya. Dia sedang memikirkan wanita bernama Mia yang sudah lima tahun tak ada kabar. Nomor teleponnya mati, tidak pernah ada unggahan terbaru di media sosialnya. Entah berada di sudut dunia mana dia sekarang. Rudi merindukannya.
Yang Rudi ingat ketika hujan turun di malam hari adalah pertemuan terakhirnya dengan Mia di persimpangan jalan dekat taman kota. Hujan turun saat itu. Rudi juga tidak menyangka bahwa pertemuan itu adalah kali terakhir dia akan melihat Mia tersenyum. Perpisahan itu begitu cepat terjadi.
Entah apalah namanya sebuah perpisahan tanpa ucapan selamat tinggal. Esok harinya, orang yang selalu ingin dia temui pertama kali tiba-tiba hilang ditelan bumi, tiba-tiba hari selanjutnya hampa dan sepi.
"Apa susahnya mengucapkan selamat tinggal agar aku bisa merasa bahwa kita sudah benar-benar berakhir?"
Hujan semakin deras. Sedari tadi Rudi membiarkan tempias hujan menyentuh wajahnya lewat jendela yang sengaja dia buka. Entah apa maksudnya, mungkin agar air matanya ikut mengalir bersama air hujan.
"Apakah di tempatmu juga sedang turun hujan, Mia?"
"Kamu apa kabar?"
"Seharusnya kamu bilang malam itu kalau mau pergi."
"Aku harus menunggu atau melupakanmu saja?"

Komentar
Posting Komentar