Langsung ke konten utama

MENULIS MENGEKALKANMU


Hari ini cukup melelahkan sekaligus menyenangkan. Aku tidak tahu bagaimana bisa dua kata yang kontradiktif itu bisa aku rasakan secara bersamaan. Kedengarannya memang agak aneh; lelah, senang. Harusnya dua kata itu tidak cocok jika disandingkan.

Namun ternyata tidak demikian, hari ini aku merasakan dua hal itu sekaligus. Lelahnya karena seharian menghabiskan waktu di acara FLP Pamekasan, senangnya karena acara itu berjalan mulus, semulus kulitmu setelah memakai handbody.

Dari dulu aku selalu suka kegiatan-kegiatan FLP. Baik kegiatan waktu masih di ranting; di pondok, sekarang di cabang, apalagi di wilayah. Cuma kegiatan FLP Nasional yang belum pernah aku ikuti. Barangkali karena kegiatan di FLP sejalan dengan hobiku; menulis.

Acara tadi yaitu Training of Writer. FLP Pamekasan bekerja sama dengan DEMA dan LPM Inspirasi STAI Al-Mujtama' Plakpak. Yang menjadi mentor pada acara tadi, Mbak Joe Mawar dan Kak Sirajul Munir. Mereka berdua merupakan para senior di FLP Pamekasan.

Lebih excited-nya lagi, ternyata para pengelola STAI Al-Mujtama', terutama Bapak Damyati, memiliki hubungan baik dengan penulis-penulis terkenal di FLP; Helvy Tiana Rosa dan Kang Abik. Bahkan Pak Damyati, yang juga salah-satu dosenku dulu, adalah perintis berdirinya FLP Malaysia. Itu membuat aku senang, sih.

Hal yang paling aku ingat, kata beliau "menulis adalah cara seseorang untuk hidup abadi". Memang benar. Lihat saja para penulis-penulis hebat zaman dahulu. Meskipun jasad mereka telah hilang dikubur tanah, namanya masih terkenang tak lapuk dimakan waktu. Bahkan menginspirasi perkembangan ilmu pengetahuan.

Aku juga memandang bahwa tulisan itu adalah salah-satu tanda bukti bahwa seseorang pernah hidup. Kalau bukan karena tulisannya, mungkin kita tidak akan pernah tahu bahwa pernah hidup seorang yang bernama Al-Ghazali, tidak akan mengenal Ibnu Sina, Aristoteles, dan lainnya.

Selain Pak Damyati, ada Waka III bidang kemahasiswaan yang hadir. Tidak kalah hebat dari Pak Damyati, tulisan-tulisan beliau menjadi langganan Kompas, Detik, dan Jawa Post. Aku juga ingat pesan beliau kepada peserta pelatihan bahwa sebenarnya para penulis tidak pernah lahir dari acara-acara pelatihan jika hanya sekedar ikut pelatihan saja tapi tidak praktik. 

Aku setuju. Karena memang untuk mengetahui api itu panas atau es itu dingin adalah dengan cara merasakannya langsung, tidak hanya dengan penjelasan saja. Jika ingin bisa menulis, ya praktik. Tidak bisa hanya mempelajari teori saja.

Yang jelas aku sangat senang hari ini. Apalagi Mbak Joe dan Kak Rajul sangat detail dan telaten dalam menyampaikan materinya, para peserta juga antusias bertanya hal-hal yang tidak dimengerti.(*)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

RUDI

Suara rintik hujan terdengar semakin ramai. Hujan pertama di bulan ini, tepat di pertengahan malam. Cerita itu ternyata benar bahwa hujan di malam hari akan membuat seseorang mengingat kenangan lebih banyak, lebih riuh. Melebihi jutaan tetes air dan riuhnya.  Hujan sering kali menjadi saat-saat paling susah untuk seseorang bisa move on. Entah apa sebenarnya hubungan keduanya - hujan dan kenangan. Apa jangan-jangan mereka saudara kembar yang Tuhan ciptakan dalam wujud yang berbeda? Begitulah yang Rudi pikirkan sejak pertama kali air hujan menetes di atap rumahnya. Dia sedang memikirkan wanita bernama Mia yang sudah lima tahun tak ada kabar. Nomor teleponnya mati, tidak pernah ada unggahan terbaru di media sosialnya. Entah berada di sudut dunia mana dia sekarang. Rudi merindukannya. Yang Rudi ingat ketika hujan turun di malam hari adalah pertemuan terakhirnya dengan Mia di persimpangan jalan dekat taman kota. Hujan turun saat itu. Rudi juga tidak menyangka bahwa pertemuan itu adalah ...

AKU TELAH MERELAKANMU PENUH KETULUSAN

Hai, Cha! Malam ini suasana terasa lebih sunyi dan tenang dari biasanya. Bagaimana kabarmu? Pasti baik bukan? Harusnya begitu. Kamu harus baik dan bahagia. Tidak seperti biasanya, aku memilih berdiam diri di kamar, mengabaikan binatang-bintang di langit. Hanya angin lembut yang kubiarkan menyentuh wajah dan menemani kesunyian ini. Oh, iya. Selamat, Cha. Beberapa hari lalu aku tidak sengaja menemukan unggahan kekasihmu. Dari unggahan itu sudah cukup menjelaskan kepadaku bahwa kalian benar-benar telah resmi menjadi sepasang kekasih yang bahagia. Unggahan itu juga sudah cukup menenggelamkan harapanku ke dasar laut paling dalam; mati dan mungkin akan muncul ke permukaan sebagai bangkai tak bernyawa. Aku kembali melihat beberapa fotomu yang kuselipkan dalam dompet. Aku memilih membakarnya satu persatu bersamaan dengan perasaanku juga. Cha! Kenangan kita dahulu mungkin tidak terlalu manis dan berarti. Apalah artinya hubungan jarak jauh yang hanya bisa bersapa lewat layar kaca. Kita. Oh tidak...

SELAYAKNYA CINTA, RINDU JUGA PUNYA TANGGAL KADALUARSA

Malam terus menua. Dinding-dinding rumah mulai dingin. Kaca jendela dihinggapi tetes embun. Namun aku belum bisa memejamkan mata. Beberapa lembar buku puisi telah kujamah. Lagu-lagu Bernadya tak lupa memenuhi ruangan; lirih dan syahdu. Sebagaimana pun indahnya lirik lagu Bernadya, tetap saja, sakitnya lebih terasa. Aku mencoba menerka-nerka isi kepalaku. Apa yang ia mau hingga tak mau berkompromi dengan mata agar terlelap. Ternyata ia sedang kedapatan tamu; rindu-rindu kepadamu dirimu. Entahlah, mengapa semakin hari, sesuatu yang bernama rindu ini semakin menjadi-jadi. Padahal apa yang patut dirindukan? Bukankah rindu hanya bisa terjadi pada sesuatu yang kita miliki? Sedangkan kau tidak pernah menjadi milikku. Aku memang tidak pernah mencoba untuk membunuh mati rindu ini. Karena menurutku, semakin kita paksa membunuhnya, semakin hidup abadi pula ia dalam ingatan kita. Barangkali karena rindu ini teramat cantik rupanya. Segala sesuatu yang cantik dan indah memang sukar untuk dihilangkan...